Jual Gaharu Super King 2016 2017 di Bandung Kami selalu mendapatkan gaharu super setiap bulannya, oleh karena itu kami menjual dengan harga yang bagus. untuk anda yang berminat membeli kayu gaharu super king silahkan kontak nomor diatas:
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jual Gaharu Super King 2016 2017 di Bandung Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan bertujuan untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan sejahtera merata materiil dan sprituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Salah satu bagian pembangunan nasional adalah pembangunan dibidang hukum, yang dikenal dengan istilah pembaharuan hukum (law reform). Pembaharuan hukum nasional sebagai bagian dari rangkaian pembangunan nasional ini dilakukan secara menyeluruh dan terpadu baik hukum pidana, hukum perdata, maupun hukum administrasi, dan meliputi juga hukum formil maupun hukum materielnya.
Upaya pembaharuan hukum tidak terlepas dari kebijakan publik dalam mengendalikan dan membentuk pola sampai seberapa jauh masyarakat diatur dan diarahkan. Dengan demikian sangat penting untuk menyadarkan para perancang hukum dan kebijakan publik bahkan para pendidik, bahwa hukum dan kebijakan publik yang diterbitkan akan mempunyai implikasi yang luas di bidang sosial, ekonomi dan politik. Sayangnya spesialisasi baik dalam pekerjaan, pendidikan maupun riset yang dilandasi dua disiplin tersebut (hukum dan ilmu sosial), sehingga pelbagai informasi yang bersumber dari keduanya tidak selalu bertemu (converge) bahkan seringkali tidak sama dan sebangun (incongruent).
Istilah kebijakan berasal dari bahasa Inggris policy atau dalam bahasa Belanda politie. Black’s Law Dictionary mengidentifikasikan Policy sebagai: The general principles by which a government is guided in its management of public afairs, ...or principles and standard regarded by the ligislature or by the
courts as being of fundamental concern to the state and the whole of society in measures, as applied to a law, ordinance, or rule of law, denotes its general purpose or tendency considered as directed to the welfare or prosperity of the state comunity. 81
Secara umum kebijakan dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah dalam mengelola, mengatur atau menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian hukum/peraturan, dengan suatu tujuan yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara).82
Jual Gaharu Super King 2016 2017 di Bandung Upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare) pada hakikatnya merupakan bagian integral dari kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan .83 Kongres PBB ke-4 mengenai Prevention of Crime and The Treatment of Offender tahun 1970 yang tema sentralnya membicarakan masalah “Crime and Development” menegaskan keterpaduan tersebut: “any dichotomy between a country’s policies for social defence and its planning for national development was unreal by defenitions”.84
Penegasan perlunya penanggulangan kejahatan diintegrasikan dengan keseluruhan kebijakan sosial, juga dikemukakan dalam kongres PBB ke-5 tahun 1975 di Geneva dalam membahas masalah criminal legislation, judicial procedures, and other form of social control in the prevention of crime, menyatakan: ”The many esencies of criminal
81
Henry Campbell Black,”Black’s Law Dictionary”, Seventh Edition, St.Paulmin West Publicing,Co.,1999,hal.117
82
Wisnusubroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 1999,hal. 3.
83
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit.hal.2.
84
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit.hal.5.
policy should be coordinated and the whole should be integrated into a general social policy of each country.”85
Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah ”politik kriminal” menurut Sudarto merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan.86 Definisi ini diambil dari definisi Marc Ancel yang merumuskan politik kriminal sebagai ”the rational organization of the control of crime by society”.87
Tujuan penanggulanggan kejahatan yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Perumusan tujuan dari politik kriminal yang demikian dinyatakan dalam salah satu laporan kursus latihan ke-34 yang diselenggarakan oleh UNAFEI di Tokyo tahun 1973 sebagai berikut:88
Most of group members agreed some discussion that “protection of the society” could be accepted as the final goal of criminal policy, although not the ultimate aim of society, which might perhaps be described by terms like ”happiness of citizens”, “a wholesome and cultural living”, “social welfare” or “equality”.
Kesepakatan dari hasil kursus tersebut dapat menjadi landasan dalam dalam kebijakan kriminal sebagai upaya penanggulangan kejahatan untuk kesejahteraan sosial (sosial welfare) dan untuk perlindungan masyarakat (social defence ).
A.2 Upaya Penanggulangan Kejahatan melalui Hukum Pidana
85
Fifth UN Congres, Report,1976,hal 4.Lihat dalam Nyoman Serikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran ke Arah Pengembangan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal.190.
86
Sudarto,Hukum dan Hukum Pidana, Op.Cit. ,hal.38.
87
Marc Ancel, Social Defence (terjemahan dari La Nouvelle Defence Sociale),London, 1965,hal.209. Lihat dalam Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana,Op.Cit,hal .38.
88
Summary Report, Resource Material Series No.7,UNAFEI,1974,hal.95, lihat dalam Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit.hal.2.
Penggunaan hukum pidana dalam mengatur masyarakat (lewat peraturan perundang-undangan pidana) pada hakekatnya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan (policy). Selanjutnya untuk menentukan bagaimana suatu langkah (usaha) yang rasional dalam melakukan kebijakan tidak dapat pula dipisahkan dari tujuan kebijakan pembangunan itu sendiri secara integral. Dengan demikian dalam usaha untuk menentukan suatu kebijakan apapun (termasuk kebijakan hukum pidana) selalu terkait dan tidak terlepaskan dari tujuan pembangunan nasional itu sendiri yaitu bagaimana mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah ”politik kriminal” Menurut GP Hoefnagles dapat ditempuh dengan:89
a. Penerapan hukum pidana (criminal law application)
b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)
c. Mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kejahatan dan pemidanaan
melalui mass media (influencing views of society on crime and punishment)
Untuk kategori pertama dikelompokkan ke dalam upaya penanggulangan
kejahatan lewat jalur penal, sedangkan kedua dan ketiga termasuk upaya penanggulangan
kejahatan melalui jalur non penal. Terhadap ke-2 (dua) sarana tersebut Muladi
berpendapat:90
Kebijakan kriminal adalah usaha rasional dan terorganisasi dari suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Kebijakan kriminal di samping dapat dilakukan secara represif melalui sistem peradilan pidana (pendekatan penal) dapat pula dilakukan dengan sarana “non penal” melalui pelbagai usaha pencegahan tanpa harus menggunakan sistem peradilan pidana, misalnya usaha penyehatan mental masyarakat, penyuluhan hukum, pembaharuan hukum perdata dan hukum administrasi, dan sebagainya.
89
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit,hal.42
90
Muladi, Demokratisasi,Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta,2002, hal.182.
Pendekatan dengan cara non penal mencakup area pencegahan kejahatan (crime prevention) yang sangat luas dan mencakup baik kebijakan maupun praktek. Sarana non penal pada dasarnya merupakan tindakan preventif, mulai dari pendidikan kode etik sampai dengan pembaharuan hukum perdata dan hukum administrasi. Kebijakan tersebut bervariasi antara negara yang satu dengan negara yang lain sesuai dengan latar belakang kultural, politik dan intelektual yang ada pada masing-masing masyarakat.
Berbicara tentang kebijakan kriminal (criminal policy) yang mencakup pendekatan penal melalui sistem peradilan pidana, dengan sendirinya akan bersentuhan dengan kriminalisasi yang mengatur ruang lingkup perbuatan yang bersifat melawan hukum, pertanggungjawaban pidana, dan sanksi yang dapat dijatuhkan, baik berupa pidana (punishment) maupun tindakan (treatment).91 Sarana kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka ”kebijakan hukum pidana” (”penal policy”) harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial berupa social welfare dan social defence.92
Penanggulangan kejahatan harus ada keseimbangan antara sarana penal dan non penal (pendekatan integral) . Dilihat dari sudut politik kriminal, kebijakan paling strategis melalui sarana non penal karena lebih bersifat preventif.93 Walaupun demikian kebijakan penal tetap diperlukan dalam penanggulangan kejahatan, karena hukum pidana merupakan salah satu sarana kebijakan sosial untuk menyalurkan ”ketidaksukaan masyarakat” (social dislike) atau pencelaan/kebencian sosial (social disapproval/social
91
Muladi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta,2002,hal.201.
92
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Op.Cit ,hal.77.
93
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Op.Cit.,hal.78.
abhorrence) yang sekaligus juga diharapkan menjadi sarana perlindungan sosial (social defence).94
Sarana ”penal” merupakan ”penal policy” atau ”penal law enforcement policy” sangat vital perannya dalam proses penegakan hukum untuk menanggulangi kejahatan. Seminar kriminologi ke-3 tahun 1976 dalam salah satu kesimpulannya menyebutkan:
Jual Gaharu Super King 2016 2017 di Bandung Hukum pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana untuk sosial defence dalam arti melindungi masyarakat terhadap kejahatan dengan memperbaiki atau memulihkan kembali (rehabilitatie) si-pembuat tanpa mengurangi keseimbangan kepentingan perorangan (pembuat) dan masyarakat.95
Upaya pembaharuan hukum tidak terlepas dari kebijakan publik dalam mengendalikan dan membentuk pola sampai seberapa jauh masyarakat diatur dan diarahkan. Dengan demikian sangat penting untuk menyadarkan para perancang hukum dan kebijakan publik bahkan para pendidik, bahwa hukum dan kebijakan publik yang diterbitkan akan mempunyai implikasi yang luas di bidang sosial, ekonomi dan politik. Sayangnya spesialisasi baik dalam pekerjaan, pendidikan maupun riset yang dilandasi dua disiplin tersebut (hukum dan ilmu sosial), sehingga pelbagai informasi yang bersumber dari keduanya tidak selalu bertemu (converge) bahkan seringkali tidak sama dan sebangun (incongruent).
Istilah kebijakan berasal dari bahasa Inggris policy atau dalam bahasa Belanda politie. Black’s Law Dictionary mengidentifikasikan Policy sebagai: The general principles by which a government is guided in its management of public afairs, ...or principles and standard regarded by the ligislature or by the
courts as being of fundamental concern to the state and the whole of society in measures, as applied to a law, ordinance, or rule of law, denotes its general purpose or tendency considered as directed to the welfare or prosperity of the state comunity. 81
Secara umum kebijakan dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah dalam mengelola, mengatur atau menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian hukum/peraturan, dengan suatu tujuan yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara).82
Jual Gaharu Super King 2016 2017 di Bandung Upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare) pada hakikatnya merupakan bagian integral dari kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan .83 Kongres PBB ke-4 mengenai Prevention of Crime and The Treatment of Offender tahun 1970 yang tema sentralnya membicarakan masalah “Crime and Development” menegaskan keterpaduan tersebut: “any dichotomy between a country’s policies for social defence and its planning for national development was unreal by defenitions”.84
Penegasan perlunya penanggulangan kejahatan diintegrasikan dengan keseluruhan kebijakan sosial, juga dikemukakan dalam kongres PBB ke-5 tahun 1975 di Geneva dalam membahas masalah criminal legislation, judicial procedures, and other form of social control in the prevention of crime, menyatakan: ”The many esencies of criminal
81
Henry Campbell Black,”Black’s Law Dictionary”, Seventh Edition, St.Paulmin West Publicing,Co.,1999,hal.117
82
Wisnusubroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 1999,hal. 3.
83
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit.hal.2.
84
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit.hal.5.
policy should be coordinated and the whole should be integrated into a general social policy of each country.”85
Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah ”politik kriminal” menurut Sudarto merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan.86 Definisi ini diambil dari definisi Marc Ancel yang merumuskan politik kriminal sebagai ”the rational organization of the control of crime by society”.87
Tujuan penanggulanggan kejahatan yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Perumusan tujuan dari politik kriminal yang demikian dinyatakan dalam salah satu laporan kursus latihan ke-34 yang diselenggarakan oleh UNAFEI di Tokyo tahun 1973 sebagai berikut:88
Most of group members agreed some discussion that “protection of the society” could be accepted as the final goal of criminal policy, although not the ultimate aim of society, which might perhaps be described by terms like ”happiness of citizens”, “a wholesome and cultural living”, “social welfare” or “equality”.
Kesepakatan dari hasil kursus tersebut dapat menjadi landasan dalam dalam kebijakan kriminal sebagai upaya penanggulangan kejahatan untuk kesejahteraan sosial (sosial welfare) dan untuk perlindungan masyarakat (social defence ).
A.2 Upaya Penanggulangan Kejahatan melalui Hukum Pidana
85
Fifth UN Congres, Report,1976,hal 4.Lihat dalam Nyoman Serikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran ke Arah Pengembangan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal.190.
86
Sudarto,Hukum dan Hukum Pidana, Op.Cit. ,hal.38.
87
Marc Ancel, Social Defence (terjemahan dari La Nouvelle Defence Sociale),London, 1965,hal.209. Lihat dalam Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana,Op.Cit,hal .38.
88
Summary Report, Resource Material Series No.7,UNAFEI,1974,hal.95, lihat dalam Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit.hal.2.
Penggunaan hukum pidana dalam mengatur masyarakat (lewat peraturan perundang-undangan pidana) pada hakekatnya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan (policy). Selanjutnya untuk menentukan bagaimana suatu langkah (usaha) yang rasional dalam melakukan kebijakan tidak dapat pula dipisahkan dari tujuan kebijakan pembangunan itu sendiri secara integral. Dengan demikian dalam usaha untuk menentukan suatu kebijakan apapun (termasuk kebijakan hukum pidana) selalu terkait dan tidak terlepaskan dari tujuan pembangunan nasional itu sendiri yaitu bagaimana mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah ”politik kriminal” Menurut GP Hoefnagles dapat ditempuh dengan:89
a. Penerapan hukum pidana (criminal law application)
b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)
c. Mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kejahatan dan pemidanaan
melalui mass media (influencing views of society on crime and punishment)
Untuk kategori pertama dikelompokkan ke dalam upaya penanggulangan
kejahatan lewat jalur penal, sedangkan kedua dan ketiga termasuk upaya penanggulangan
kejahatan melalui jalur non penal. Terhadap ke-2 (dua) sarana tersebut Muladi
berpendapat:90
Kebijakan kriminal adalah usaha rasional dan terorganisasi dari suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Kebijakan kriminal di samping dapat dilakukan secara represif melalui sistem peradilan pidana (pendekatan penal) dapat pula dilakukan dengan sarana “non penal” melalui pelbagai usaha pencegahan tanpa harus menggunakan sistem peradilan pidana, misalnya usaha penyehatan mental masyarakat, penyuluhan hukum, pembaharuan hukum perdata dan hukum administrasi, dan sebagainya.
89
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit,hal.42
90
Muladi, Demokratisasi,Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta,2002, hal.182.
Pendekatan dengan cara non penal mencakup area pencegahan kejahatan (crime prevention) yang sangat luas dan mencakup baik kebijakan maupun praktek. Sarana non penal pada dasarnya merupakan tindakan preventif, mulai dari pendidikan kode etik sampai dengan pembaharuan hukum perdata dan hukum administrasi. Kebijakan tersebut bervariasi antara negara yang satu dengan negara yang lain sesuai dengan latar belakang kultural, politik dan intelektual yang ada pada masing-masing masyarakat.
Berbicara tentang kebijakan kriminal (criminal policy) yang mencakup pendekatan penal melalui sistem peradilan pidana, dengan sendirinya akan bersentuhan dengan kriminalisasi yang mengatur ruang lingkup perbuatan yang bersifat melawan hukum, pertanggungjawaban pidana, dan sanksi yang dapat dijatuhkan, baik berupa pidana (punishment) maupun tindakan (treatment).91 Sarana kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka ”kebijakan hukum pidana” (”penal policy”) harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial berupa social welfare dan social defence.92
Penanggulangan kejahatan harus ada keseimbangan antara sarana penal dan non penal (pendekatan integral) . Dilihat dari sudut politik kriminal, kebijakan paling strategis melalui sarana non penal karena lebih bersifat preventif.93 Walaupun demikian kebijakan penal tetap diperlukan dalam penanggulangan kejahatan, karena hukum pidana merupakan salah satu sarana kebijakan sosial untuk menyalurkan ”ketidaksukaan masyarakat” (social dislike) atau pencelaan/kebencian sosial (social disapproval/social
91
Muladi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta,2002,hal.201.
92
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Op.Cit ,hal.77.
93
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Op.Cit.,hal.78.
abhorrence) yang sekaligus juga diharapkan menjadi sarana perlindungan sosial (social defence).94
Sarana ”penal” merupakan ”penal policy” atau ”penal law enforcement policy” sangat vital perannya dalam proses penegakan hukum untuk menanggulangi kejahatan. Seminar kriminologi ke-3 tahun 1976 dalam salah satu kesimpulannya menyebutkan:
Jual Gaharu Super King 2016 2017 di Bandung Hukum pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana untuk sosial defence dalam arti melindungi masyarakat terhadap kejahatan dengan memperbaiki atau memulihkan kembali (rehabilitatie) si-pembuat tanpa mengurangi keseimbangan kepentingan perorangan (pembuat) dan masyarakat.95
Tidak ada komentar:
Posting Komentar