Kami menjual juga gaharu sina'i atau tabi'i ahsan. Bagi anda yang berminat silahkan kontak admin kami. kami meiliki berbagai macam sina'i dan tabi'i ahsan dengan berbagai macam kelas dan harga.
Jual Kayu Gaharu Tabi'i Ahsan ( sina'i) Otonomi daerah di Indonesia telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2001. Instrumen regulasi dalam mendukung penyelenggaraan otonomi daerah dituangkan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan diubah UU No.12 tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang¬undang Nomor 25 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang¬undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.
Istilah otonomi atau “outonomy” secara etimologis dari bahasa Yunani berasal dari kata “autos” yang berarti sendiri dan “nomous” yang berarti undang-undang, hukum atau peraturan dan berarti “perundangan sendiri” (zelfwetgeving). Menurut encyclopedia of cocial science, bahwa otonomi dalam pengertian orisinil adalah the legal self sufficiency of social body and its actual independence.
Otonomi adalah kebebasan dan kemandirian (vrijheid dan zelfsatndigheid) satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah tersebut. Kebebasan dan kemandirian merupakan hakikat isi otonomi.10
Istilah otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian (zelftandigheid) tetapi bukan kemerdekaan (onafharzkelijkheid). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Kebebasan dan kemandirian itu adalah kebebasan dan kemandirian dalam ikatan kesatuan yang lebih besar. Otonomi sekedar subsistem dari sistem kesatuan yang lebih besar. Otonomi adalah fenomena negara kesatuan. Negara kesatuan merupakan landasan dari pengertian dan isi otonomi.11
Sedangkan HAW.Widjaja 12 mengatakan bahwa proses peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonomi. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan
10
Bagir Manan, 1993, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, Unsika Karawang. Halaman : 33
11
Juanda, 2004, Hukum Pemerintah Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah PT. Alumni Bandung. Halaman : 129
12 HAW. Widjaja, 2004, Penyelenggaraan otonomi Di Indortesia (Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. halaman : 17
pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan merata, dimana pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional harus mengedepankan prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Konteks otonomi sendiri adalah bahwa pemerintah daerah diberi keleluasaan menyelenggarakan dan mengatur sendiri urusan rumah tangganya. Ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah “Hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan daerah otonom berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 6 UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah adalah :
”Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Dengan otonomi daerah, kewenangan daerah otonomi untuk mengurus daerahnya sesuai dengan keinginan masyarakatnya semakin tinggi. Jika sebelumnya daerah hanya sebagai operator saja dalam pembangunan, maka kini peran daerah meluas menjadi iniciator, planner, fund rising, supervisor ataupun evaluator. Dengan demikian, paradigma “membangun daerah lebih difokuskan”, mempunyai arti bahwa daerah harus punya inisiatif, prakarsa, kemandirian dalam menyusun, merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerah.
Asumsinya, daerah lebih tahu tentang masalah dan potensi yang ada di daerahnya masing-masing.13
Seperti dikutip dari www.transparansi.or.id/otda/perkembangan.html mengenai Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia,bahwa meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisa sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat itu. Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini:
1. UU No. I Tahun 1945
Kebijakan otonomi daerah pada masa ini lebih menitik beratkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan Pemerintahan Pusat.
2 UU No. 22 tahun 1948 Jual Kayu Gaharu Tabi'i Ahsan ( sina'i) Mulai tahun ini kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran
Jual Kayu Gaharu Tabi'i Ahsan ( sina'i) Otonomi daerah di Indonesia telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2001. Instrumen regulasi dalam mendukung penyelenggaraan otonomi daerah dituangkan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan diubah UU No.12 tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang¬undang Nomor 25 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang¬undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.
Istilah otonomi atau “outonomy” secara etimologis dari bahasa Yunani berasal dari kata “autos” yang berarti sendiri dan “nomous” yang berarti undang-undang, hukum atau peraturan dan berarti “perundangan sendiri” (zelfwetgeving). Menurut encyclopedia of cocial science, bahwa otonomi dalam pengertian orisinil adalah the legal self sufficiency of social body and its actual independence.
Otonomi adalah kebebasan dan kemandirian (vrijheid dan zelfsatndigheid) satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah tersebut. Kebebasan dan kemandirian merupakan hakikat isi otonomi.10
Istilah otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian (zelftandigheid) tetapi bukan kemerdekaan (onafharzkelijkheid). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Kebebasan dan kemandirian itu adalah kebebasan dan kemandirian dalam ikatan kesatuan yang lebih besar. Otonomi sekedar subsistem dari sistem kesatuan yang lebih besar. Otonomi adalah fenomena negara kesatuan. Negara kesatuan merupakan landasan dari pengertian dan isi otonomi.11
Sedangkan HAW.Widjaja 12 mengatakan bahwa proses peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonomi. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan
10
Bagir Manan, 1993, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, Unsika Karawang. Halaman : 33
11
Juanda, 2004, Hukum Pemerintah Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah PT. Alumni Bandung. Halaman : 129
12 HAW. Widjaja, 2004, Penyelenggaraan otonomi Di Indortesia (Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. halaman : 17
pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan merata, dimana pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional harus mengedepankan prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Konteks otonomi sendiri adalah bahwa pemerintah daerah diberi keleluasaan menyelenggarakan dan mengatur sendiri urusan rumah tangganya. Ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah “Hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan daerah otonom berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 6 UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah adalah :
”Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Dengan otonomi daerah, kewenangan daerah otonomi untuk mengurus daerahnya sesuai dengan keinginan masyarakatnya semakin tinggi. Jika sebelumnya daerah hanya sebagai operator saja dalam pembangunan, maka kini peran daerah meluas menjadi iniciator, planner, fund rising, supervisor ataupun evaluator. Dengan demikian, paradigma “membangun daerah lebih difokuskan”, mempunyai arti bahwa daerah harus punya inisiatif, prakarsa, kemandirian dalam menyusun, merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerah.
Asumsinya, daerah lebih tahu tentang masalah dan potensi yang ada di daerahnya masing-masing.13
Seperti dikutip dari www.transparansi.or.id/otda/perkembangan.html mengenai Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia,bahwa meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisa sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat itu. Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini:
1. UU No. I Tahun 1945
Kebijakan otonomi daerah pada masa ini lebih menitik beratkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan Pemerintahan Pusat.
2 UU No. 22 tahun 1948 Jual Kayu Gaharu Tabi'i Ahsan ( sina'i) Mulai tahun ini kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar